Jaga Jarak SBY di Balik Politik Emosional ala Prabowo - CNN Indonesia




Jakarta, CNN Indonesia -- Beberapa hari terakhir, 

Partai Demokrat

menunjukkan sikap yang bertentangan dengan calon presiden nomor urut 02

Prabowo Subianto

yang didukung partainya dalam Pemilihan Presiden 2019. Sikap itu makin terlihat usai

quick count

dipublikasi media massa, Rabu (17/4).

Mulanya, Wakil Sekjen Andi Arief mengambinghitamkan politik identitas yang diterapkan Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi. Menurutnya, siasat itulah yang membuat Demokrat kehilangan banyak suara dari kalangan non-muslim di sejumlah provinsi.

Tak berhenti di situ, Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan instruksi pada para kader untuk tidak ikut melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan konstitusi. Itu diterbitkan usai Prabowo-Sandi mendeklarasikan kemenangan, Kamis (18/4).

SBY juga menganggap situasi politik Indonesia tengah menegangkan dan berpotensi membahayakan keamanan dalam negeri. Ia pun meminta para kader memantau perkembangan politik dalam negeri dari dekat, secara terus-menerus.

Termutakhir, kembali dilakukan Andi Arief. Ia menyatakan partainya belum mengakui Prabowo-Sandi sebagai pemenang Pilpres, meski pasangan itu sudah mendeklarasikan diri sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih Indonesia dengan klaim suara di atas 60 persen.

Kata Andi, kalau pun ada pengurus Demokrat yang hadir dalam deklarasi kemenangan Prabowo-Sandi, itu bukan sikap partai.

Gelagat Demokrat yang bertentangan dengan koalisinya itu dianggap rasional oleh Direktur Saiful Mujani Research Center (SMRC) Sirajuddin Abbas. Ia bahkan mengapresiasi sikap Demokrat, khususnya SBY. Menurutnya itu adalah sikap yang benar.

"Rasional, strategis dan mengambil jarak dengan situasi supaya tidak larut dalam emosi," ucap Sirajuddin saat dihubungi CNNindonesia.com, Jumat (19/4).

Sirajuddin menilai SBY orang yang percaya dengan hasil lembaga survei yang menggunakan metode-metode ilmiah dan bisa dipertanggungjawabkan, yang sejauh ini masih menunjukkan hasil yang berbeda dengan klaim Prabowo.

Hasil real count dari KPU sendiri belum final, lantaran suara masuk belum 100 persen dan masih ditemui beberapa kekeliruan. Pemikiran SBY yang rasional, terlihat sejak ia menjabat sebagai presiden. SBY selalu bercermin dari survei opini publik sebelum menelurkan kebijakan. Kini ia pun percaya hasil quick count lembaga lembaga survei dan tidak mau ikut mengklaim kemenangan Prabowo-Sandi.

Diketahui, Prabowo dalam tiga kali deklarasi mengumumkan kemenangannya berdasarkan hitung rill internal. Dia menuturkan kemenangannya mencapai 62 persen suara berbasiskan perhitungan C1.

Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi mengklaim data C1 yang sudah mereka rekam dan masuk penghitungan mencapai 60 persen dari 820 ribu lebih TPS di seluruh Indonesia.

"Jadi berdasarkan itu Pak Prabowo mengumumkan kemenangan kemarin," tegas Juru Bicara BPN Andre Rosiade beberapa waktu lalu.

Selain itu, Prabowo juga memberi sinyal tentang mobilisasi massa di masa mendatang. Walaupun demikian, kata dia, massa pendukung yang turun ke jalan itu akan tetap menjaga kedamaian.

"Kalau pun nanti kalau nanti jutaan atau belasan juta turun kita buktikan tertib, aman, dan damai," kata Prabowo saat menyampaikan orasinya di Kertanegara, Jakarta Selatan, Jumat 




Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno saat mendeklarasikan kemenangan Pilpres 2019.

Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno saat mendeklarasikan kemenangan Pilpres 2019. (CNN Indonesia/Andry Novelino)




Sirajuddin tidak sepakat jika ada yang menyebut Demokrat bersikap banci karena tidak sejalan dengan sepak terjang Prabowo sejauh ini. Menurutnya, SBY dan Demokrat jelas menunjukkan kedewasaan dengan tidak terbawa emosi yang bisa memecah-belah masyarakat.

"Menunjukkan bahwa Demokrat dalam politik ini menjunjung tinggi prinsip-prinsip akal sehat dan konstitusional. Tidak ikut mengklaim kemenangan Prabowo," ujarnya menegaskan.

Hal serupa dikatakan Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno. Dia tidak sepakat jika Demokrat disebut banci karena seolah ingin meninggalkan Prabowo usai quick count mengatakan pasangan nomor urut 01, Joko Widodo dan Ma'ruf Amin unggul sementara.



Kalau Demokrat terus-terusan ikut dalam koalisi yang mengklaim kemenangan, dampak buruknya berkepanjangan.Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno


Menurut Adi, Demokrat masih sama seperti dahulu, ingin menampilkan politik santun dan elegan. Oleh karena itu, melihat dari gelagat Demokrat sejauh ini, partai berlambang seperti Mercedes Benz itu tidak ingin dicap sebagai bagian dari kelompok yang emosional dan mengklaim kemenangan terlalu dini.

"Demokrat enggak mau nih sebagai nasionalis religius, ikut-ikutan diklaim sebagai penampung kelompok radikal, emosional, dan melakukan tindakan inkonstitusional," kata Adi.

Adi tidak heran dengan sikap Demokrat yang tiba-tiba tidak sejalan dengan Prabowo usai pemungutan suara karena sejak awal menurutnya partai berwarna dasar biru itu tidak sepenuh hati berada dalam koalisi. Kini wajar jika Demokrat berupaya menjaga jarak ketika koalisi, khususnya Prabowo, bersikap emosional.

"Kalau Demokrat terus-terusan ikut dalam koalisi yang mengklaim kemenangan, dampak buruknya berkepanjangan," ucap Adi.

Adi bahkan tidak kaget apabila Demokrat secara resmi mundur dari koalisi Indonesia Adil makmur sebelum KPU selesai menghitung secara resmi pada 22 Mei mendatang. Menurut Adi, sudah tidak ada manfaat bagi Demokrat untuk berada dalam koalisi.

Pun tidak ada ruginya bagi Demokrat untuk meninggalkan koalisi. Sebaliknya, Demokrat justru akan mendapat stempel buruk jika tetap berada di dalam koalisi Prabowo-Sandi yang bisa saja menggerakkan people power jika dinyatakan kalah oleh KPU.

[Gambas:Video CNN]"Kan Pilpres sudah selesai, 02 kalah, Demokrat jeblok. Tidak perlu menunggu hasil hitungan KPU. Kalau melihat dinamika Demokrat, dan SBY, saya kira secara tidak langsung malah sudah angkat kaki dari koalisi," kata Adi. (bmw/rsa)






Read More

Komentar